Tadi malam banyak sekali - ribuan orang mungkin - yang update status hanya tentang banjir dan macet di jakarta. Dan kebetulan saya sendiri masuk diantara yang terkena macet dan banjir itu. Jalan protokol seperti rasuna said bahkan sudah menjadi sungai, bisa buat berenang tuh. Ya padahal kan itu pemandangan rutin di ibukota kita, tak ada yang aneh dan bukannya itu sudah biasa dan wajar, terus kenapa ya banyak yang pada ribut?????? Hahahahahahahahahaha...............
Kan percuma kita ribut, toh dari tahun ke tahun sama saja tak ada perubahan, bahkan lebih parah mungkin. Jadi salah siapakah kalau begitu? Salahnya yang suka ribut dan mengeluh kali ya?
Daripada ribut ya mending saya nulis saja, tulisan ini tentang bagaimana mengelola masalah (problem management).
Problem management adalah bagimana kita mengelola masalah yang sudah terjadi, baru terjadi atau akan terjadi dengan baik. Ingat kata kuncinya mengelola bukan mengatasi karena ini problem management bukan problem solving.
Nah dalam problem management versi saya ini, saya membagi ke dalam 5 level tingakatn dari yang paling rendah sampai tingkat terbaik.
Level pertama: Tidak tahu kalau ada masalah
Ini adalah level paling rendah, masalah sudah terjadi tapi tidak tahu kalau itu adalah masalah. Mungkin rekan-rekan tertawa, dan tidak percaya ada orang seperti itu. Hehehehe..
Maaf tapi pada kenyataannya di masyarakat kita justru ini banyak sekali dan mungkin malah mayoritas. Jangan dipikir ini dari golongan bawah dan tidak berpendidikan saja, tak sedikit dari intelektual berpendidikan, pegawai kantoran, sarjana yang juga masuk golongan ini. Contoh sederhana; banyak sarjana yang melakukan kerjaan rutin yang sama setiap harinya, dan dianggap ya biasa saja. Padahal bagi orang tertentu itu adalah masalah dan itu bisa dibuatkan sistemnya dan kerjaan rutin jadi otomatis deh. Masalah selesai.
Level kedua: Tahu ada masalah tapi tidak mengatasinya
Ini banyak sekali terjadi di sekitar kita dan kita sendiri juga sering seperti ini. Tahu ada masalah tapi enggak mengatasinya bahkan pura-pura tidak tahu dan bahkan tidak mau tahu, bahkan kalau perlu menyalahkan orang lain saja. Jadinya saling menyalahkan dan hasilnya masalah ya tetep ada dan malah sering membesar. Contohnya ya macet dan banjir di jakarta saat ini: rakyat nyalahin pemerintah dan sang “ahli” nanti kan pemerintah tinggal nyalahin alam atau cuaaca ekstrem dan masyarakat yang tak tertib buang sampah atau penebangan liar. Ya kan dadi muter-muter siapa yang salah coba???? Hehehehe....
Contoh lain ya kasus lumpur lapindo, udah jelas masalah dan human error tetap saja alam yang disalahain dan penangannya ya kapan-kapan saja kalau inget lah... hihi :)
Ini juga sering terjadi di dunia kerja kan? Nah kalau ada problem kan setiap orang justru sibut mencari alibi dan kalau perlu cari kambing hitam saja. Hayo ada engga diantara rekan-rekan yang seprti itu? ...
Level ketiga: Tahu ada masalah dan mengatasinya
Ini level standar, artinya ini seharusnya menjadi level minimum bagi kehidupan kita sebagai manusia dan masyarakat. Artinya kalau ada masalah ya harus segera di selesaikan. Tapi inget ya jangan ikut-ikutan cara penyelesain masalah gaya pejabat atau perusahan kita saat ini. Yaitu memecahkan masalah dengan menimbulkan masalah baru, nah lebih parah lagi masalah barunya lebih serius dan berbahaya. Contoh membangun perumahan atau apartemen yang bebas banjir tapi kenyataanya justru mebuat banjir bagi lingkungan/kampung disekitarnya yang justru semula tidak banjir. Ada yang mengalaminya tidak ya??
Nah langkah-langkah dalam penyelsain maslah yaitu; mengetahui/mengidentifikasi adanya masalah, mencari akar permasalahannya/ atau penyebabnya, menyusun alternatif penyelesaian, memilih alternatif yang terbaik, action dari penyelasian, dan terakhir evaluasi. Kalau langkah-langkah ini kiranya tidak perlu dibahas karena sudah banyak literatur yang membahas dan saya yakin rekan-rekan semua sudah hafal di luar kepala.
Level keempat: Mencegah terjadinya masalah
Ini level yang cukup baik, dimana kita atau organisasi sudah pada tahap preventif. Artinya mencegah atau mengatasi masalah yang akan terjadi. Artinya yang dikerjakan sekarang adalah untuk mengatasi masalah yang akan datang dan bahkan di masa depan yang jauh sekalipun. Contoh: negara maju membangun jalan dan sistem transportasi nya dan telah selesai sekarang untuk mengatasi masalah kemacetan 5 tahun kedepan. Artinya 5 tahun yang akan datang mereka akan membangun sistem untuk mengatasi masalah pada 10 tahun yanga akan datang. Nah bagaimana dengan bangsa kita atau kita sendiri?? Silahkan jawab dalam hati saja ya.. heheheheehehehehe...................
Level kelima: Mencegah peluang terjadinya masalah
Nah ini level paling tinggi, dan biasanya Cuma dilakukan oleh negara yang sangat maju atau corporasi bonafit. Pada level ini mereka tidak Cuma mengantisipasi masalah yang akan terjadi saja tapi sudah mengantisipasi kemungkinan akan terjadi masalah. Jadi yang diatasi itu adalah kemungkinan atau peluang terjadi masalah itu sendiri. Nah hal ini sulit untuk memberi contoh, karena susah mendapatkan data dari mereka itu. Level ini biasanya yang dilakukan pada instansi intelegent atau badan rahasia pemerintah. Jadi ya contohnya rahasia juga ah.... :)
Okay itu saja pembahasan mengenai problem amnagement ini. Lepas dari pembahasan diatas ada hal yang lebih penting buat kita. Yaitu bila ada masalah mari kita coba selesaikan masalah itu mulai dari diri kita sendiri dari lingkungan yang paling dekat dengan kita, jangan menunggu orang lain untuk menyelesaikannya, karena hasilnya ya akan saling menunggu dan saling mengandalakan.
Contoh masalah banjir dan macet, kita bisa mulai dari diri kita sendiri dengan tidak membuang sampah sembarangan membersihkan saluran air dan lain-lain. Percuma kita protes dan demo kalau kita sendiri tidak melakukan perbuatan yang nyata. Hehehehe
Demikian saja sedikit celoteh dari saya, dan sebagai penutup ada pertanyaan buat rekan-rekan sekalian.
Apa yang anda lakukan bila ada masalah?
a) Pura-pura tidak tahu
b) Menyalahkan orang lain
c) Kaburrrrrrrrrrrrrrrr
Okay berhubung saya mau kabur dulu, cukup sekian dan sampai ketemu di banyolan lainnya.
Salam,
Tri Mulyono



